Nitizen Gathering Membahas Kesetaraan Gender Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Jakarta (30/11/2017) SEREMPAK, IWITA dan THREE ENDS menyelenggarakan temu nitizen yang mengangkat tema "Menciptakan Konten Kreatif Berbasis Kesetaraan Gender, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dihadiri oleh Maman Suherman, Ina Rachman, SH.MH, Ratna Susianawati SH.MH selaku Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Infrastruktur & Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA).
Sejak dulu hingga saat ini pun seseorang yang terlahir sebagai seorang perempuan, harus menerima dalam keterbatasan dan pengecualian. Pemahaman seperti ini yang memang harus di luruskan. Jika bicara soal Gender pasti kita langsung berpikir pada perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) sudah sejak ada 1978 (39 tahun), yang memberikan dorongan, menyusun kebijakan-kebijakan, melakukan advokasi terkait dengan isu seputar perempuan dan anak.
Ditegaskan oleh Ibu Ratna tentang perbedaan Gender dan Kodrat. Gender adalah perbedaan-perbedaan peran, status, tanggung jawab, fungsi prilaku laki-laki dan perempuan yang merupakan konstruksi (rekayasa) sosial. Gender bukan didasarkan pada perbedaan biologis. Sedangkan menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui adalah suatu Kodrat perempuan yang tidak bisa dipungkiri dan dapat dilakukan oleh laki-laki.
Perempuan selalu saja tertinggal dan dianggap sebelah mata oleh dunia, padahal hanya kodrat saja yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Contohnya di negeri seberang sana dimana perempuan dibatasi ruang geraknya dan hanya boleh beraktivitas didalam rumah saja. Banyak perempuan didesa tidak bisa menyuarakan suaranya, mereka seakan hidup dipenjara. Hanya menuruti perintah dan mendengar saja, tanpa berani mengeluarkan pendapatnya.
Maka sejak dulu hak perempuan selalu diperjuangkan seperti Ibu Kartini yang memperjuangkan hak perempuan untuk bisa sekolah. Berbeda dulu dengan sekarang, perempuan sekarang juga sering di perdagangkan, bahkan anak-anak pun menjadi korban. Masih banyak lagi isu-isu yang mengorbankan kaum perempuan. Itu menjadi tugas kita bersama dan kepedulian yang akan mengurangi korban-korban selanjutnya.
Ketika ada seorang korban pemerkosaan atau pelecehan seksual, selalu saja wajah si korban yang di tampilkan. Sedangkan si pelaki jarang di tampilkan, malahan gambarnya di buramkan atau ditutup matanya. Akhirnya si korban lah yang menjadi pembicaraan publik. Di sini kita dituntut Cerdas Bermedia Sosial dilarang memberi komentar dan menyebarkan sebelum jelas sumbernya dan apa permasalahannya. Kang Maman pun menambahkan menurut catatan KOMNAS Perempuan di Indonesia masih banyak kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Banyak terjadi di dalam rumah tangga dan tidak semua yang dilaporkan.
Begitu juga dengan kasus pelecehan seksual, yang terjadi pada remaja bahkan pada anak-anak dibawah umur. Awalnya mereka sangat mengidolakan atau menghormati seseorang, sehingga tanpa disadari berakhir menjadi korban. Ina Rachman, SH.MH pun berpesan "Jangan lah terlalu mengidolakan seseorang, yang nantinya akan berujung pelecehan". Tidak heran Ina pun menjadi protektif sekali pada anak-anaknya, karena banyak kasus yang ditangani nya pelecehan yang terjadi pada anak-anak.
IWITA, Serempak bersama KPP-PA di acara Nitizen Gathering ini mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan mengurangi isu-isu negatif terhadap perempuan dan anak-anak. Sekarang KPP-PA sudah memiliki call center atau unit pengaduan masyarakat untuk tindak kekerasan di nomor 082125751234.
Dari kiri Martha Simanjuntak, SE, MM- Founder IWITA, Maman Suherman, Ina Rachman, SH.MH dan Ratna Susianawati, SH.MH-Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Infrastruktur& Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA)
Sejak dulu hingga saat ini pun seseorang yang terlahir sebagai seorang perempuan, harus menerima dalam keterbatasan dan pengecualian. Pemahaman seperti ini yang memang harus di luruskan. Jika bicara soal Gender pasti kita langsung berpikir pada perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) sudah sejak ada 1978 (39 tahun), yang memberikan dorongan, menyusun kebijakan-kebijakan, melakukan advokasi terkait dengan isu seputar perempuan dan anak.
Ditegaskan oleh Ibu Ratna tentang perbedaan Gender dan Kodrat. Gender adalah perbedaan-perbedaan peran, status, tanggung jawab, fungsi prilaku laki-laki dan perempuan yang merupakan konstruksi (rekayasa) sosial. Gender bukan didasarkan pada perbedaan biologis. Sedangkan menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui adalah suatu Kodrat perempuan yang tidak bisa dipungkiri dan dapat dilakukan oleh laki-laki.
Perempuan selalu saja tertinggal dan dianggap sebelah mata oleh dunia, padahal hanya kodrat saja yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Contohnya di negeri seberang sana dimana perempuan dibatasi ruang geraknya dan hanya boleh beraktivitas didalam rumah saja. Banyak perempuan didesa tidak bisa menyuarakan suaranya, mereka seakan hidup dipenjara. Hanya menuruti perintah dan mendengar saja, tanpa berani mengeluarkan pendapatnya.
Maka sejak dulu hak perempuan selalu diperjuangkan seperti Ibu Kartini yang memperjuangkan hak perempuan untuk bisa sekolah. Berbeda dulu dengan sekarang, perempuan sekarang juga sering di perdagangkan, bahkan anak-anak pun menjadi korban. Masih banyak lagi isu-isu yang mengorbankan kaum perempuan. Itu menjadi tugas kita bersama dan kepedulian yang akan mengurangi korban-korban selanjutnya.
"Kenapa hanya perempuan yang diurusi dan laki-lakinya tidak ?".
Perempuan jika dilihat dari sumber daya potensial pembangunan masih tertinggal dari berbagai sektor kehidupan. Jika dilihat dari Indeks Pembangunan manusia, Indonesia posisinya masih memprihatinkan. Seperti dijelaskan oleh Ina Rachman, SH.MH yang merupakan pengacara yang mengurusi kasus seputar perempuan. Sebenarnya menurut Ina "perempuan adalah korban dari perempuan", loh kok bisa?. "Karena perempuan lah yang menyebarkan isu-isu tersebut.Ketika ada seorang korban pemerkosaan atau pelecehan seksual, selalu saja wajah si korban yang di tampilkan. Sedangkan si pelaki jarang di tampilkan, malahan gambarnya di buramkan atau ditutup matanya. Akhirnya si korban lah yang menjadi pembicaraan publik. Di sini kita dituntut Cerdas Bermedia Sosial dilarang memberi komentar dan menyebarkan sebelum jelas sumbernya dan apa permasalahannya. Kang Maman pun menambahkan menurut catatan KOMNAS Perempuan di Indonesia masih banyak kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Banyak terjadi di dalam rumah tangga dan tidak semua yang dilaporkan.
Begitu juga dengan kasus pelecehan seksual, yang terjadi pada remaja bahkan pada anak-anak dibawah umur. Awalnya mereka sangat mengidolakan atau menghormati seseorang, sehingga tanpa disadari berakhir menjadi korban. Ina Rachman, SH.MH pun berpesan "Jangan lah terlalu mengidolakan seseorang, yang nantinya akan berujung pelecehan". Tidak heran Ina pun menjadi protektif sekali pada anak-anaknya, karena banyak kasus yang ditangani nya pelecehan yang terjadi pada anak-anak.
IWITA, Serempak bersama KPP-PA di acara Nitizen Gathering ini mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan mengurangi isu-isu negatif terhadap perempuan dan anak-anak. Sekarang KPP-PA sudah memiliki call center atau unit pengaduan masyarakat untuk tindak kekerasan di nomor 082125751234.
"Perempuan adalah korban dari perempuan..." Hiks, bener mbak.
BalasHapusMoga masyarakat bener2 melek dan peduli lagi yaa mba thd perempuan dan anak2..
BalasHapusSemoga bukan cuma wacana saja ya, masalah kesetaraan gender ini.
BalasHapusDan semoga ada perlindungan ekstra buat anak-anak dari kekerasan fisik maupun verbal.
Acara IWITA selalu keren. Saya gak bisa daftar ikut acara ini karena jauh dan anak ga ada yg jaga.
BalasHapusTrims udah share reportasenya. Belajar mermedsos yang baik dan benar itu sulit meski berusaha semaksimal mungkin. Media seharusnya mendukung juga. Dengan bijak dalam membuat berita. Bukan malah mancing perang para netizen hehehe