Sahabatku
tatisuherman89@gmail.com SAHABATKU
Peristiwa ini terjadi sejak kami sekeluarga pindah ke rumah kontrakan. Awalnya aku senang karena tetangga disini semuanya baik dan seperti keluarga sendiri. Entah itu anak kecil, abg, tua aku mengganggap mereka semua keluarga dekatku. Aku pun selalu berbagi masakkan pada mereka. Aku termasuk pribadi yang peduli terhadap sesama dan selalu cepat percaya pada orang walaupun itu baru kukenal.
Suatu hari tetenggaku yang seumur dengan ku sebut saja Ita namanya. Dia memang baik padaku. Dia datang ke rumahku dan bercerita bahwa dia dan suaminya ingin buka usaha hendak meminjam modal padaku 25 juta, tapi aku bilang aku tidak punya uang. Tapi aku menyarankannya untuk meminjam pada Bank BRI karena menurutku suku bunga rendah dan kebetulan aku nasabah bank itu dan kenal baik dengan staf-stafnya.
Dan dia pun menerima saranku. Dan seminggu kemudian dia datang kembali bersama mertua nya dengan membawa sertivikat rumah mertuanya yang di Bogor. Mertua nya pun meminta bantuan padaku agar aku mengantarkan menantunya itu. Dan setelah menyesuaikan jadwal kegiatan kami pun mengunjungi Bank tersebut. Tapi setelah dicek ternyata tidak bisa mengajukan pinjaman di Jakarta dikarenakan agunan ada di Bogor bukan di Jakarta. Tapi petugas bank itu memberikan pengarahan agar mengajukan didaerah sekitar sertivikat itu.
Tapi sayangnya usaha temanku itu berada diJakarta, hingga temanku mengusulkan pakai sertivikat rumah orangtuaku saja yang kebetulan ada di Jakarta. Dan akhirnya akupun menyetujui tanpa sepengetahuan orangtua ku. Entah setn apa yang merasuki ku aku pun dengan lancangnya memalsukan tanda tangan orangtuaku dan itupun tanpa sepengetahuan suamiku.
Setelah pinjaman disetujui dan uang pun cair. Awalnya ciclan pertama lancar kedua agak tersendat ketiga mulai macet, sampai aku cape kesal menagihnya. Karena aku tidak mau namaku cacat di Bank aku pun memberanikan diri meminjam pada rentenir untuk membayar cicilannya begitu seterusnya sampai pada cicilan ke delapan aku ga sanggup lagi. Dan suamiku mulai curiga karena perubahan sikapku menjadi pemurung.
Awalnya aku tidak berani untuk bercerita karena takut diceraikan jika aku memberitahukan yang sebenarnya. Selalu saja aku mengelak dan mengalihkan pembicaraan jika sudah bicara kearah itu. Aku pun pergi menemui mertua nya temanku. Tapi apa jawaban yang diberikan "ibu juga ga tau duitnya buat apa, ibu cuma membantu anak ibu, nanti kalau rumah ibu laku ibu yang ganti" sontak aku kaget sambil berkata "kata ibu kan buat modal belu barang" kenapa jadi begini.
Airmata pun tak sanggup keluar cuma ada penyesalan kenapa aku begitu percaya dan sok berkorban bagai pahlawan kesiangan. Ku kumpulkan keberanian untuk bercerita pada suamiku apa yang menimpaku selama ini. Suamiku pun marah padaku, aku pasrah pada konsekwensinya. Tadinya aku berpikir suamiku akan menceraikanku. Alhamdulillah, suamiku memberikan uang untuk melunasi hutang yang di Bank.
Dan suamiku berkata, Ya sudah kita bersabar saja yang penting serivikatnya ada di kita. Waktupun cepat berlalu tak terasa 4 tahun berlalu dan pada suatu hari Mertua temanku itu datang untuk meminjam sertivikat itu karena adiknya akan memberikan pinjaman 30 juta. Tapi aku menolak, bagaimana dengan sisanya karena dari total pinjaman 25 juta itu tumbuh menjadi 39 juta berikut bunga bank dan bunga bank keliling.
Karena tidak mau terulang lagi aku pun menanyakan pada suamiku. Dan suamiku menyarankan agar menerima uang 30 juta itu daripada tidak sama sekali. Aku pun menurut karena kasihan juga pada mertua temanku itu karena ulah anaknya dia jadi terlibat.
Tapi setelah sebulan ku dengar kabar bahwa rumah itu sudah laku 750 juta. Aku kaget mendengarnya kenapa ibu mertua, menantu dan anak menipuku sedangkan hutangnya tinggal 9 juta. Suamiku bilang "udah ikhlasin aja kalau dia tidak au bayar sisanya ambil hikmahnya aja dan jangan terlalu percaya sama orang.
Sejak saat itu aku tidak mau percaya lagi sama orang dan tidak mau berteman. Ternyata selama ini aku cuma dimanfaatkan oleh teman-temanku. Tidak ada teman sejati itu cuma ada di sinetron saja.
Cerpen ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen dari +Tiket.com dan +Nulis Buku #FriendshipNeverEnd #TiketBelitungGratis
Peristiwa ini terjadi sejak kami sekeluarga pindah ke rumah kontrakan. Awalnya aku senang karena tetangga disini semuanya baik dan seperti keluarga sendiri. Entah itu anak kecil, abg, tua aku mengganggap mereka semua keluarga dekatku. Aku pun selalu berbagi masakkan pada mereka. Aku termasuk pribadi yang peduli terhadap sesama dan selalu cepat percaya pada orang walaupun itu baru kukenal.
Suatu hari tetenggaku yang seumur dengan ku sebut saja Ita namanya. Dia memang baik padaku. Dia datang ke rumahku dan bercerita bahwa dia dan suaminya ingin buka usaha hendak meminjam modal padaku 25 juta, tapi aku bilang aku tidak punya uang. Tapi aku menyarankannya untuk meminjam pada Bank BRI karena menurutku suku bunga rendah dan kebetulan aku nasabah bank itu dan kenal baik dengan staf-stafnya.
Dan dia pun menerima saranku. Dan seminggu kemudian dia datang kembali bersama mertua nya dengan membawa sertivikat rumah mertuanya yang di Bogor. Mertua nya pun meminta bantuan padaku agar aku mengantarkan menantunya itu. Dan setelah menyesuaikan jadwal kegiatan kami pun mengunjungi Bank tersebut. Tapi setelah dicek ternyata tidak bisa mengajukan pinjaman di Jakarta dikarenakan agunan ada di Bogor bukan di Jakarta. Tapi petugas bank itu memberikan pengarahan agar mengajukan didaerah sekitar sertivikat itu.
Tapi sayangnya usaha temanku itu berada diJakarta, hingga temanku mengusulkan pakai sertivikat rumah orangtuaku saja yang kebetulan ada di Jakarta. Dan akhirnya akupun menyetujui tanpa sepengetahuan orangtua ku. Entah setn apa yang merasuki ku aku pun dengan lancangnya memalsukan tanda tangan orangtuaku dan itupun tanpa sepengetahuan suamiku.
Setelah pinjaman disetujui dan uang pun cair. Awalnya ciclan pertama lancar kedua agak tersendat ketiga mulai macet, sampai aku cape kesal menagihnya. Karena aku tidak mau namaku cacat di Bank aku pun memberanikan diri meminjam pada rentenir untuk membayar cicilannya begitu seterusnya sampai pada cicilan ke delapan aku ga sanggup lagi. Dan suamiku mulai curiga karena perubahan sikapku menjadi pemurung.
Awalnya aku tidak berani untuk bercerita karena takut diceraikan jika aku memberitahukan yang sebenarnya. Selalu saja aku mengelak dan mengalihkan pembicaraan jika sudah bicara kearah itu. Aku pun pergi menemui mertua nya temanku. Tapi apa jawaban yang diberikan "ibu juga ga tau duitnya buat apa, ibu cuma membantu anak ibu, nanti kalau rumah ibu laku ibu yang ganti" sontak aku kaget sambil berkata "kata ibu kan buat modal belu barang" kenapa jadi begini.
Airmata pun tak sanggup keluar cuma ada penyesalan kenapa aku begitu percaya dan sok berkorban bagai pahlawan kesiangan. Ku kumpulkan keberanian untuk bercerita pada suamiku apa yang menimpaku selama ini. Suamiku pun marah padaku, aku pasrah pada konsekwensinya. Tadinya aku berpikir suamiku akan menceraikanku. Alhamdulillah, suamiku memberikan uang untuk melunasi hutang yang di Bank.
Dan suamiku berkata, Ya sudah kita bersabar saja yang penting serivikatnya ada di kita. Waktupun cepat berlalu tak terasa 4 tahun berlalu dan pada suatu hari Mertua temanku itu datang untuk meminjam sertivikat itu karena adiknya akan memberikan pinjaman 30 juta. Tapi aku menolak, bagaimana dengan sisanya karena dari total pinjaman 25 juta itu tumbuh menjadi 39 juta berikut bunga bank dan bunga bank keliling.
Karena tidak mau terulang lagi aku pun menanyakan pada suamiku. Dan suamiku menyarankan agar menerima uang 30 juta itu daripada tidak sama sekali. Aku pun menurut karena kasihan juga pada mertua temanku itu karena ulah anaknya dia jadi terlibat.
Tapi setelah sebulan ku dengar kabar bahwa rumah itu sudah laku 750 juta. Aku kaget mendengarnya kenapa ibu mertua, menantu dan anak menipuku sedangkan hutangnya tinggal 9 juta. Suamiku bilang "udah ikhlasin aja kalau dia tidak au bayar sisanya ambil hikmahnya aja dan jangan terlalu percaya sama orang.
Sejak saat itu aku tidak mau percaya lagi sama orang dan tidak mau berteman. Ternyata selama ini aku cuma dimanfaatkan oleh teman-temanku. Tidak ada teman sejati itu cuma ada di sinetron saja.
Cerpen ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen dari +Tiket.com dan +Nulis Buku #FriendshipNeverEnd #TiketBelitungGratis
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir dan pembaca yang baik selalu meninggalkan komentar setelah selesai membaca.