Taman Nasional Aketajawe Lolobata Halmahera
Menyusuri Taman Nasional Aketajawe Lolobata
Bermula dari ketertarikan saya ingin lebih
mengenal Indonesia bagian timur, akhirnya saya memberanikan diri mengikuti
lomba blog dengan hadiah utamanya diajak jalan-jalan ke Tidore selama satu
minggu. Antusias sekali melihat ada empat pemenang yang akan dipilih, walau
dengan agak sedikit ragu apakah bisa memenangkannya tapi saya yakinkan hati
bila rezeki takkan kemana. Hahaha benar saja dugaan saya tidak meleset alias
benar seratus persen, saya tidak menang. Memang yang namanya rezeki takkan
kemana. Tidak dapat dari lomba, tapi Allah swt telah mengatur rezeki dari
tempat yang lain, yaitu melalui suami tercinta. Yah, suami saya mau memberikan
uang untuk berangkat ke Tidore.
Akhirnya atas ijin Allah swt, saya berangkat
ke Tidore bukan main senangnya saat itu seakan
mendapat runtuhan durian. Tiket pesawat perjalanan pergi pulang sudah ditangan, saya sengaja mengatur jadwal
samppai 10 hari disana. Jadwal tripnya hanya sampai 6 hari saja. Di Jakarta sih
sempat bingung mau kemana setelah open trip berakhir, terbersit ide ingin
mencoba ke Raja Ampat. Tanggung kan sudah ada di timur kenapa tidak sekalian
saja berkunjung ke surga kecil yang ada
di Indonesia itu. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba juga, semua sudah
dipersiapkan dari pakaian ganti sampai seminggu, dan kebaya putih untuk upacara
hari HUT Tidore 909.
Dari Tidore menyeberang ke Pelabuhan Sofifi untuk menuju Halmahera
Lumayan juga sih lelahnya mengikuti
serangkaian acara HUT Tidore 909, tapi ada kenikmatan tersendiri jadi lebih
mengenal budaya dan sejarah yang ada di Tidore. Mereka para pemenang blog sudah
menentukan akan kemana setelah perayaan hari jadi. Oh iya selain pemenang ada
juga peserta open trip lainnya seperti saya, ada mas Dwi dan Ayu. Mereka merencanakan
akan berkunjung ke Taman Nasional Aketajawe, yang berada di Halmahera
tengah seberang pulau Tidore. Untuk menuju ke Halmahera Tengah ini, hanya
menyebrang sekali dengan perahu kurang lebih 20 menit dari Tidore. Mas Dwi yang mengajak saya agar
ikut dengan mereka,sempat ragu tapi ya sudah saya iyakan saja ajakan mereka. Seakan
ragu, Mas Dwi menanyakan kembali.
“Mpok ini caping loh dan treckingnya itu lumayan, yakin mau ikut?’ Saya balik bertanya padanya “memang kita mau ngapain sih mas disana, ada apa aja sih?
“Disana kita mau bird watching atau mengamati burung Bidadari Mpok.” Jelas Mas Dwi
“Tapi Mpok nanti kita akan menyusuri hutan loh.” Tambahnya
“Wah seru tuh mas, aku mau lah ikut, tenang aja udah biasa jalan kok aku.”Ujar saya menyakinkannya.
Saya pun searching di goegle untuk
melihat track yang akan dilalui menuju sarang burung bidadari dan suku Tugotil.
Saya juga takut menyusahkan mereka. Sebenarnya sih saya suka berpetualang
tantangan. Tracknya lumayan menantang menyusuri beberapa sungai dan hutan, juga
tanjakan. Untuk trip selama dua malam
disana, kami harus mengeluarkan biaya enam juta rupiah. Nah semakin banyak yang
ikut semakin minim biaya yang dikeluarkan, jadi biaya dibagi empat. Oh iya, ada
juga suami Ayu yang sengaja menyusul istrinya. Mas Dwi dan Ayu berasal dari
Bali, mereka memang senang berpetualang dan mengamati flora dan fauna. Jujur
saja saya tidak tahu apa-apa, jenis burung dan tumbuhan, dan ini pun pertama
kali saya berkunjung ke taman nasional. Saya pikir sekalian menambah
pengetahuan berkunjung ke hutan yang ada
di Indonesia.
Melepas Lelah
Di Air Terjun Havo
Dengan tekat bulat akhirnya saya bergabung
dengan mereka, kami berangkat sekitar pukul 7 pagi waktu setempat. Kami
menyebrang dengan perahu kecil dengan tarif lima puluh ribu rupiah tiap orang.
Sampai di Pelabuhan speed boat Sofifi, kami dijemput oleh Pak Mahroji
pemandu yang akan menemani kami selama di Halmahera tengah. Enam juta sudah
termasuk transpotasi, simaksi, makan dan porter atau gaet. Sebelum menuju Taman
Nasional Akaetajawe Lolobata (TNAL), kami diajak ke kantor balai taman nasional
aketajawe lolobata jaraknya cukup dekat dari pelabuha sofifi. Disana kami
diberi penjelasan tentang peta terkait kawasan dan juga diorama potensi TNAL .
Setelah selesai mendengarkan penjelasan dari rekan TNAL kami melanjutkkan
perjalanan ke Resort Tayawi, perjalanan yang ditempuh kurang lebih dua jam
tanpa macet ya. Disana memang masih jarang kendaraan dan angkutan umum. Cuaca
disana pun cukup panas dan berdebu. Di sepanjang perjalanan saya melihat sebuah
perkampungan yang didepan rumah atau pagar ada tanda salip.
selama di Halmahera kami menginap di rumah panggung milik Pak Roji
Pak Roji panggilan akrab pemandu kami
menjelaskan, bahwa disini ada sebuah perkampungan yang dihuni oleh umat
kristiani. Mereka hidup rukun walau hidup bersebelahan dengan umat muslim, dan
saling menghargai. Cukup lenggang juga jalanan saat itu mungkin hanya mobil
kami saaja yang ada. Mobil kami pun melewati rumah-rumah panggung yang
menandakan sebentar lagi sampai ke Resort Tayawi. Sesampai nya disana di Resort
ada dua rekan Pak Roji yang nantinya akan menemani kami. Tidak terasa matahari
sudaha berada diatas kepala, dan cacing-cacing diperut sudah memberi kode,
saatnya makan siang. Pemandu kami memang peka sekali orangnya, kami
dipersilahkan makan dulu, nasi bungkus yang dibelinya di pelabuhan tadi.
“Makan dulu, isi bahan bakar untuk perjalanan
nanti biar kuat”, Kata Bapak setengah baya ini
“Nanti kita akan mennyusuri hutan, dan sungai.”Jelasnya sambil mengunyah makanan yang tersedia
Asal muasal disebut Aketajawe adalah diangkat
dari ejaan lama, Ake yang artinya sungai dan Tajawe artinya Tajawi maka
tercetuslah Akatajawe hingga saat ini. Jalan pertama yang kami lewati adalah
jalan setapak perkebunan, setelah beberapa kilo berjalan sampailah kami di
sungai tayawi yang lebar dan panjang namun airnya hanya semata kaki saja.
Terpaksa saya melepas sepatu, karena takut basah tidak disarankan sih kalau
kesini memakai sepatu skets sebaiknya memakai sepatu atau sendal gunung.
Disungai Tayawi ada penduduk lokal yang mengambil bebatuan dengan status legal.
Di sepanjang jalan Mas Dwi mengobrol dengan Pak Roji, serius sekali mereka
membicarakan burung-burung yang berterbangan diatas pohon, terkadang sambil
mengeluarkan suara indahnya seakan menyapa kami. Kata pemandu kami ini yang
memang sudah hafal jenis flora dan fauna yang ada di taman nasional ini. Hanya
dengan mendengar suaranya saja, Pak Roji sudah tahu jenisnya.
Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata
Bahkan nama-nama pohon yang tumbuh di hutan
dia tahu, mana yang harus dihindari, yang boleh dimakan atau yang mengandung
racun. Terlihat dari kejauhan ada Elang Bondol (Haliastur indus), Pak Roji
dengan sigap mengeluarkan kekeran yang dibawanya. Selain ada Elang Bpndol yang
bisa ditemuin ada beberapa fauna endemik di Halmahera yaitu ada burung gosong
kelam (Megapodius freycinet), kakatua jambul putih (Cacatua alba), Julang
atau Rangkong Papua (Rhyticeros plicatus), Mandar gendang (Habroptila
wallaci), Cekakak murung (Todiramphus funebris), dan sang bidadari
Halmahera (Semioptera wallacel). Sang bidadari ini yang membawa kami ke
sini. Tidak terasa kaki ini pun mulai
lelah, karena trekking yang lumayan berlumpur dan harus sesekali menunduk
menghindari ranting pohon yang menghalangi jalan.
istirahat dulu di tepi sungai
Di hutan ini pun ada berbagai jenis fauna,
pisang-pisangan, damar (Agathis sp) dulu getahnya menjadi andalan hasil
hutan penduduk lokal namun sayangnya kini sudah ditinggalkan, karena harga
jualnya sudah tidak menguntungkan lagi. Kemudian Nyatoh (Palaquin
obtusifolium), Matoa (Pometia pinnata) terlihat berhamparan, Woka (Livistona
rotundifolia) yang daunnya dimanfaatkan masyarakat Tobelo Dalam untuk
pondok bivak mereka. Setelah beberapa kali melewati” tanjakan selamat pagi”,
lumayan curam ya, saya pun dibantu, entah beberapa kali terpeleset dan jatuh
sampai lah kami melihat air terjun Havo. Terbayar rasa lelah ini dengan
kesegaran dari air terjun Havo. Terasa sejuk menyentuh kalbu udaranya membuat
kami betah berlama-lama dan tidaak lupa mengabadikannya. Puas main air dan
berfoto ria, kami melanjutkan pulang karena hari sudah mulai gelap. Perjalanan
memakan jarak tempuh hampir seharian untuk sampai ke air terjun Havo ini.
Untung saat itu langit cerah bertabur bintang dan sinar rembulan.
Lebih ngeri lagi saat melintassi sungai ,
yang arusnya sangat deras membuat kita harus lebih hati-hati lagi. Saya pun
diberi batang pohon untuk keseimbangan dan bantu juga oleh team Pak Roji yang
ternyata polisi hutan. Akhirnya tiba juga kami di Resort Tayawi tempat mobil
diparkir. Perjalanan dilanjutkan menuju rumah kakaknya Pak Roji, lelah kami
terbayar dengan makanan yang disajikan
istimewanya ada sambal terasi favorit. Lelah sangat, setelah itu kami diajak
menuju rumah Pak Roji yang jaraknya hanya setengah jam, namun untuk menuju
rumahnya terpaksa dilanjutkan dengan mengendarai motor karena jalan yang hanya
setapak. Terasa damai disepanjang jalan melewati perkebunan, sampai lah
dipinggir hutan dan hanya rumaah Pak Roji saja yang ada. Posisi rumah yang
berada di pinggir hutan membuatnya tidak terjangkau oleh listrik. Pak Roji
menggunakan genset kecil 5 kva, jika hari mulai gelap barulah dinyalakan genset
tersebut dan pukul enam pagi dimatikan karena memanng bensinnya sudah habis.
Disitu kami harus mengcas smartphone dan kamera untuk berburu foto
burung bidadari.
Terasa remuk seluruh tubuh ini,Mas Dwi menawarkan obat herba dan obat gosok yang dibawanya. Lengkap sekali yang dibawa Ayu dan Mas Dwi, obat-obatan, serta lotion anti nyamuk. Saya meminta dari mereka, karena memang tidak ada persiapan. Esoknya kami harus bangun pagi-pagi sekali, agar bisa memotret burung bidadari. Setelah bincang-bincang sebentar sambil menikmaati langit yang bertaburan bintang, saya pun masuk kamar yang disediakan untuk beristirahat.
harus melewati sungai besar untuk menuju air terjun Havo
Terasa remuk seluruh tubuh ini,Mas Dwi menawarkan obat herba dan obat gosok yang dibawanya. Lengkap sekali yang dibawa Ayu dan Mas Dwi, obat-obatan, serta lotion anti nyamuk. Saya meminta dari mereka, karena memang tidak ada persiapan. Esoknya kami harus bangun pagi-pagi sekali, agar bisa memotret burung bidadari. Setelah bincang-bincang sebentar sambil menikmaati langit yang bertaburan bintang, saya pun masuk kamar yang disediakan untuk beristirahat.
Berburu sang
bidadari dari Halmahera
Suasana rumah panggung miliknya dikelilingi
kebun dan banyak burung-burung yang berterbangan, membuat saya ingin tinggal
lebih lama. Pak Roji buka asli orang Halmahera, tapi dia sudah sejak 30 tahun
yang lalu ikut orangtuanya trasmigrasi dari Banyuwangi ke Halmahera.Start pukul
03.30 wita kami berburu jejak sang bidadari, jalur yang dilewati memang tidak
naik turun tapi jalannya licin dan berlumpur. Saya beberapa kali hampir
tergelincir, sayangnya kami tiba di sarangt burung bidadari yang terletak di
atas pohon yang cukup tinggi itu terlambat alias kesiangan. Menurut Pak Roji,
burung bidadari jika sudah pukul 7 pagi wita akan terbang mencari makan. Untuk
mengobati rasa kecewa kami, Pak Roji mengajak kami untuk menuju gua-gua yang
ada ditengah hutan.
Banyak pohon-pohon besar disepanjang jalan yang umurnya sudah ribuan tahun dan memang langka. Disana kami mengunjungi dua gua yaitu gua melisa (karena yang menemukan nya bernama Melisa) wisatawan asing yang berasal dari Australia. Gua nya kecil dan tidak terlalu dalam. Gua kedua tidak jauh jaraknya dengan gua melisa, dan memang besar dan dalam bisa menembus sampai bebrapa meter dijalan yang telah kami lalui. Pernah ada yang menyusuri gua dengan menggunaka tali untuk mengukur seberapa panjang gua tersebut. Disekitaran gua banyak ditumuhi pohon gatal, jangan sampai kita menyentuhnya walaupun sedikit. Selesai makan siaang seadanya dengan bekal yang dibawa Pak Roji dai rumahnya, kami kembali ke rumah Pak Roji. Masih siang sih kamii tiba dirumah, saya tidak ingin membuang waktu untuk segera mencuci pakaian yang kotor penuh dengan lumpur. Dibelakang rumah Pak Roji terdapat sungai kecil, Ayu dan suaminya memilih mandi di sana sedangkan saya dan Mas Dwi mandi dan mencuci pakaian di kamar mandi yang terletak disebrang rumah. Hari pun mulai gelap, saya pun beranjak tidur, agar besok bisa bangun pagi dan kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Pak Roji tour guide kami di Lolobata
Banyak pohon-pohon besar disepanjang jalan yang umurnya sudah ribuan tahun dan memang langka. Disana kami mengunjungi dua gua yaitu gua melisa (karena yang menemukan nya bernama Melisa) wisatawan asing yang berasal dari Australia. Gua nya kecil dan tidak terlalu dalam. Gua kedua tidak jauh jaraknya dengan gua melisa, dan memang besar dan dalam bisa menembus sampai bebrapa meter dijalan yang telah kami lalui. Pernah ada yang menyusuri gua dengan menggunaka tali untuk mengukur seberapa panjang gua tersebut. Disekitaran gua banyak ditumuhi pohon gatal, jangan sampai kita menyentuhnya walaupun sedikit. Selesai makan siaang seadanya dengan bekal yang dibawa Pak Roji dai rumahnya, kami kembali ke rumah Pak Roji. Masih siang sih kamii tiba dirumah, saya tidak ingin membuang waktu untuk segera mencuci pakaian yang kotor penuh dengan lumpur. Dibelakang rumah Pak Roji terdapat sungai kecil, Ayu dan suaminya memilih mandi di sana sedangkan saya dan Mas Dwi mandi dan mencuci pakaian di kamar mandi yang terletak disebrang rumah. Hari pun mulai gelap, saya pun beranjak tidur, agar besok bisa bangun pagi dan kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Plang ucapan selamat datang di Taman Nasional Aketajawe Lolobata
Pertualangan yang tak terlupakan, oh iya cerita ini pun terlampir di buku TO A DO RE. Buku yang sengaja di cetak berisikan pengalaman kami saat ke Tidore. Kalau yang penasaran pingin baca bukunya masih bisa loh dibeli bukunya hanya Rp 55.000 aja. Di buku To Ado Re ini juga ditulis oleh beberapa travelblogger seperti Katerina S, Emak Bolang, DeddyHuang, Bung Eko, Papan Pelangi, Dwi Setijo Widodo dan Annie Nugraha.
Jadi pengen ke sana..
BalasHapusHmm..
Semoga kelak bersama suami.. Hihi... Aamiin.
Aamiin semoga aja tercapai ya seru kok alamnya bikin betah
HapusMantap kisah perjalannya mba. Menginspirasi. Semiga kelak akupun bisa sampai ke tempat itu
BalasHapusAamiin aku pun semoga bisa kembali lagi kesana
HapusMbaaak seruu bangeeet, aku rindu masuk hutaan. . sama satu lagi penasaran sama cantiknya bidadari dari halmahera mbaak. . salam kenaal yaa mbak :D makasih jugaa udah sharing :)
BalasHapusSalam kenal kembali semoga bisa menjelajahi Halmahera
HapusSeru banget nih, bisa liat pemandangan alam yang mempesona ..
BalasHapusSeru dan tak ada habisnya mengagumi ciptaanNya
HapusSeru banget, ya Mpok. Terutama pas jalan di lumpur dan sungai sampai kita terjatuh-jatuh.😅😅
BalasHapusMeski gak ketemu burung bidadari, tapi pengalamannya luar biasa menyenangkan. 👍🏽😍